Rabu, 15 Desember 2010

Exodus dan Ideologi Jambudwipa / India di Nusantara



Dalam prasasti Allahabad (345 M) India, “Kerajaan Samudragupta telah mengalahkan Raja Hastiwarman dari keluarga Calakayana dan mengalahkan Raja Wisnugopa dari keluarga Pallawa”. 270 saka (348 Masehi) seorang Maharsi dari keluarga Calakayana hijrah ke pulau-pulau sebelah selatan India bersama para pengikutnya yang terdiri dari penggiring, tentara, dan penduduknya melarikandiri dari musuhnya Samudragupta.

Sang Maharsi bernama Jayasingawarman, telah mendapatkan persetujuan dari Sang Prabu Darmawirya (Prabu Dewawarman VIII / Raja Salakanagara terakhir) untuk menempati suatu wilayah di dekat sungai Citarum. Sang Maharsi dan para pengikutnya membuka wilayah ini menjadi permukiman dan memberinya nama Tarumadesya / Desa Taruma. Perkembangan desa ini sangat pesat sehingga dalam beberapa tahun Taruma menjadi Nagara (kota yang memiliki daerah di sekitarnya yang bergantung pada kota tersebut sebagai barometer).Dari desa ini berdiri sebuah kerajaan besar di Nusantara yaitu kerajaan Tarumanagara. Dan Sang Maharsi Jayasingawarman menjadi raja pertama dengan nama abhiseka (penobatan) Jayasingawarman Gurudarampurusa. Kecakapannya dalam membangun wilyahnya ia menjadi perhatian bagi

Sang Prabu Dewawarman VIII sendiri berasal dari keluarga Pallawa, ia menjadi raja Salakanagara karena menikah dengan puteri sulung Sang Dewawarman VII. Sang Prabu Darmawirya mengangkat Sang Maharsi menjadi menantu dengan menikahkannya dengan puteri sulungnya yakni Iswari Tunggal Prtiwi Warmadewi atau Dewi Minawati. 285 Saka (368 Masehi) Sang Prabu Darmawirya mangkat sehingga Sang Maharsi pewaris tahta raja Salakanagara namun ia menolak dan memberikan kepada adik iparnya, ia fokus membangun Tarumanagara menjadi sebuah kerajaan yang besar sehingga Salakanagara sebagai kerajaan bawahannya Tarumanagara. Sang Maharsi mangkat pada 304 Saka (382 Masehi) dipusarakan di tepi kali Gomati

Ia digantikan oleh putera sulungnya dengan gelar Rajarsi Darmayawarman-guru, gelar ini diberikan karena selain pucuk pimpinan pemerintahan ia juga sebagai pimpinan guru ruhani hindu sebagai agama yang dianut oleh keluarga keraton. Namun penduduk desa banyak yang masih berpegangan dengan ajaran sebelumnya, Sang Rajarsi berusaha mengajarkan ajaran hindu kepada penghulu-penghulu desa sampai mendatangkan brahmana-brahmana dari India. Namun tidak semua penduduk mau mengikuti ajaran Sang Rajarsi. Masyarakat dibagi menjadi 4 klas/kasta yaitu brahmana, ksatria, waisya, dan sudra. Dan berdasarkan kepatuhan terhadap Sang Rajarsi maka peduduk dibagi menjadi 3 golongan yaitu nista, madya, dan utama. Nista adalah golongan penduduk yang takut oleh ajaran Sang Rajarsi. Ia mangkat pada tahun 317 Saka (395 Masehi) dengan sebutan Sang Lumahing Chandrabhaga (yang dipusarakan di Chandrabhaga / Bekasi).

Selain pendiri Tarumanagara yang berasal dari keluarga Calakayana, Sang Dewawarman I pendiri Kerajaan Salakanagara yang berasal dari keluarga Pallawa ia bersahabat dengan penduduk pesisir Jawa Barat dan Nusa Api (Krakatau) sebagai duta Maharaja Pallawa. Adapun penghulu / penguasa Dewawarman berhasil bekerjasama dengan masyarakat lokal mengahalau para perampok dan bajak laut. Ia menikahkan puteri Aki Tirem yang bernama Pohaci Larasati, ketika Aki Tirem wafat ia menjadi pengganti penghulu dinobatkan dengan nama Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara sedangkan isterinya Pohaci Larasati menjadi permaisuri dengan nama Dewi Dwani Rahayu. Dan kerajaannya diberinama Salakanagara artinya Negeri Perak 52 Saka (130 Masehi), daerah kekuasaannya meliputi Jawa Barat bagian barat dan semua pulau yang berada sebelah barat Nusa Jawa termasuk selat Sunda. Pelabuhan pesisir Jawa Barat, Nusa Mandala (Pulau Sanghyang), Nusa Api (Krakatau), dan pesisir Sumatera bagian selatan dijaga oleh pasukan Kerajaan Salakanagara sebab jalur merupakan gerbang laut. Seluruh kapal yang berlayar dari timur ke barat atau sebaliknya harus berhenti dan membayar upeti.

Kedatangan dua keluarga ini yaitu Pallawa dan Calakayana mewarnai dan mempengaruhi tatanan, mindset, ajaran, bahkan mungkin prilaku masyarakat lokal Nusantara minimal selama 2 abad proses transfer nilai-nilai tatanan pada masyarakat Nusantara..Dwipa Nusantara..
penulis >> yasser

Senin, 13 Desember 2010

HARI

Hari senin, simbol sebagai hari yang resmi, hari pertama bagi enam hari selanjutnya, kenapa.., karena biasanya pada hari ini, sebagian orang dari berbagai macam latar belakang apakah itu pekerja, pelajar, pedagang, pengusaha dan yang lainnya. Akan memulai aktivitasnya dengan semangat baru, atau semacam dijadikan putaran awal, dimana hari sebelumnya adalah hari minggu (hari libur/ tanggal merah), meskipun tidak semua orang berpendapat demikian.

Dijadikan titik awal untuk memulai sesuatu hal, apabila pada hari-hari di minggu sebelumnya pernah berbuat kekurangan, kesalahan, ketertinggalan atau apa pun itu, biasanya di hari ini sesuatu hal akan di perbuat sebagai bentuk tindak lanjut untuk menjadi lebih baik lagi.

Bahkan sebuah kebiasaan, upacara pengibaran bendera yang dilakukan di setiap sekolah atau institusi lainnya. Akan di lakukan pada hari senin, atau sebuah pekerjaan misalnya, yang belum terselesaikan di hari jumat atau hari yang lainnya, maka spontan akan di katakan " dilanjutkan pada hari senin saja.., malah sebaliknya, ' hari senin sudah harus selesai dengan pekerjaan ini !!. Hingga kemacetan lalu lintas dalam sebuah rutinitas kota pun bisa terjadi di hari senin, tidak menutup kemungkinan apabila berbicara kemacetan lalu lintas, ini adalah feomena  umum yang terjadi di kota besar, bisa juga terjadi setiap hari.

Uniknya ada juga pasar yang di beri nama hari ini, pasar senen dimana di sekitar lokasi pasar ini banyak terdapat tempat tempat bersejarah,  sebenarnya bukan nama hari akan tetapi karena ada tokoh belanda yang namanya ber-ejakan senen, dan ini sangat akrab dengan penyebutan hari oleh lidah umumnya orang banyak..senen.   

Sabtu, 11 Desember 2010

 
*Rasa kepengen tau sejarah bangsa sendiri*

   Perasaan ini muncul karena terpicu oleh proses, seiring bertambahnya umur dan pengetahuan, melewati berbagai fase dalam kehidupan dan berbagai peristiwa ,dan yang katanya; proses pembentukan kwalitas diri, oleh institusi pendidikan melalui bermacam model materi pengajaran dan aktivitasnya.
   
   Berbagai macam buku, dari berbagai sumber dan latar belakang penulis, penulis dalam negeri maupun luar negeri('kok mau ya? bukan tanah airnya tapi berkesimpulan, dan apa yang membuat mereka tertarik??) telah bercerita, berbicara atas dasar dan fakta yang di temukan, semua seperti lukisan yang dibubuhi berbagai macam warna dari berbagai gaya sapuan kuas.

   Momentum yang telah terjadi selama 10, 20, 30 atau bahkan 1000 tahun yang lalu telah meninggalkan pesan, baik yang masih tersimpan, belum di ketahui, atau bahkan hilang di curi karena bernilai, atau mungkin bisa saja sengaja di hilangkan, tidak pernah bisa di ketahui sebelum KEPASTIAN yang menjawab. 

   Kenapa bangsa ini harus lahir, apabila selanjutnya berseteru, lalu kenapa harus MERDEKA dan menjadi sebuah NEGARA, apabila pada akhirnya saling curiga dan mengorbankan kepentingan ribuan rakyatnya. Apakah penting pesan yang di tinggalkan oleh nenek moyang untuk generasi saat ini, ataukah generasi saat ini mampu meninggalkan pesan untuk generasi yang akan datang, atau tidak usahlah membuat pesan untuk regenerasi karena masing-masing generasi mempunyai catatan dan masanya sendiri yang berbeda..